17 Kekeliruan Umum Selama Ramadhan
Meski Ramadhan bulan adalah bulan ampunan, untuk menyambut bulan suci
Ramadhan yang kini ‘menyapa’ kita, di bawah ini kami sarikan 16
kekeliruan umum yang sering dialami umat Islam selama Ramadhan
Hanya orang yang tidak tahu dan enggan saja yang tidak segera
bergegas menyambut bulan suci ini dalam arti yang sebenarnya, lahir
maupun batin. “Berapa banyak orang yang berpuasa (tapi) tak memperoleh
apa-apa dari puasanya selain rasa lapar dan dahaga belaka”. (HR. Ibnu
Majah & Nasa’i)
Namun, setiap kali usai kita menunaikan ibadah shiyam, nampaknya
terasa ada saja yang kurang sempurna dalam pelaksanaannya, semoga
poin-poin kesalahan yang acap kali masih terulang dan menghinggapi
sebagian besar umat ini dapat memberi kita arahan dan panduan agar puasa
kita tahun ini, lebih paripurna dan bermakna.
1. Merasa sedih, malas, loyo dan tak bergairah menyambut bulan suci Ramadhan
Acapkali perasaan malas segera menyergap mereka yang enggan menahan
rasa payah dan penat selama berpuasa. Mereka berasumsi bahwa puasa
identik dengan istirahat, break dan aktifitas-aktifitas non-produktif
lainnya, sehingga ini berefek pada produktifitas kerja yang cenderung
menurun. Padahal puasa mendidik kita untuk mampu lebih survive dan lebih
memiliki daya tahan yang kuat. Sejarah mencatat bahwa
kemenangan-kemenangan besar dalam futuhaat (pembebasan wilayah yang
disertai dengan peperangan) yang dilancarkan oleh Rasul dan para
sahabat, terjadi di tengah bulan Ramadhan.
Semoga ini menjadi motivator bagi kita semua, agar tidak bermental
loyo & malas dan tidak berlindung di balik kata “Aku sedang puasa”.
2. Berpuasa tapi enggan melaksanakan shalat fardhu lima waktu
Ini penyakit yang –diakui atau tidak– menghinggapi sebagian umat
Islam, mereka mengira bahwa Ramadhan cukup dijalani dengan puasa semata,
tanpa mau repot mengiringinya dengan ibadah shalat fardhu. Padahal
shalat dan puasa termasuk rangkaian kumulatif (rangkaian yang tak
terpisah/satu paket) rukun Islam, sehingga konsekwensinya, bila salah
satunya dilalaikan, maka akan berakibat gugurnya predikat “Muslim” dari
dirinya.
3. Berlebih-lebihan dan boros dalam menyiapkan dan menyantap hidangan berbuka serta sahur
Ini biasanya menimpa sebagian umat yang tak kunjung dewasa dalam
menyikapi puasa Ramadhan, kendati telah berpuluh-puluh kali mereka
melakoni bulan puasa tetapi tetap saja paradigma mereka tentang ibadah
puasa tak kunjung berubah. Dalam benak mereka, saat berbuka adalah saat
“balas dendam” atas segala keterkekangan yang melilit mereka sepanjang +
12 jam sebelumnya, tingkah mereka tak ubahnya anak berusia 8-10 tahun
yang baru belajar puasa kemarin sore.
4. Berpuasa tapi juga melakukan ma’siat
Asal makna berpuasa bermakna menahan diri dari segala aktifitas,
dalam Islam, ibadah puasa membatasi kita bukan hanya dari aktifitas yang
diharamkan di luar Ramadhan, bahkan puasa Ramadhan juga membatasi kita
dari hal-hal yang halal di luar Ramadhan, seperti; Makan, minum,
berhubungan suami-istri di siang hari. Kesimpulannya, jika yang halal
saja kita dibatasi, sudah barang tentu hal yang haram, jelas lebih
dilarang. Sehingga dengan masa training selama sebulan ini akan mendidik
kita menahan pandangan liar kita, menahan lisan yang tak jarang lepas
kontrol, dsb. “Barang siapa yang belum mampu meninggalkan perkataan dosa
(dusta, ghibah, namimah dll.) dan perbuatan dosa, maka Allah tak
membutuhkan puasanya (pahala puasanya tertolak).
5. Sibuk makan sahur sehingga melalaikan shalat shubuh, sibuk berbuka sehingga melupakan shalat maghrib
Para pelaku poin ini biasanya derivasi dari pelaku poin 3, mengapa ?
Sebab cara pandang mereka terhadap puasa tak lebih dari ; “Agar badan
saya tetap fit dan kuat selama puasa, maka saya harus makan banyak,
minum banyak, tidur banyak sehingga saya tak loyo”. Kecenderungan
terhadap hak-hak badan yang over (berlebihan).
6. Masih tidak merasa malu membuka aurat (khusus wanita muslimah)
Sebenarnya momen Ramadhan bila dijalani dengan segala kerendahan
hati, akan mampu menyingkap hijab ketinggian hati dan kesombongan
sehingga seorang Muslimah akan mampu menerima segala tuntunan dan
tuntutan agama ini dengan hati yang lapang. Menutup aurat, misalnya,
akan lebih mudah direalisasi ketimbang di bulan selain Ramadhan. Mari
kita hindari sifat-sifat nifaq yang pada akhir-akhir ini sangat diumbar
dan dianggap sah, Ramadhan serba tertutup, saat lepas Ramadhan, lepas
pula jilbabnya, inilah sebuah contoh pemahaman agama yang parsial
(setengah-setengah), tidak utuh.
7. Menghabiskan waktu siang hari puasa dengan tidur berlebihan
Barangkali ini adalah akibat dari pemahaman yang kurang tepat dari
sebuah hadits Rasul yang berbunyi “Tidurnya orang yang berpuasa adalah
ibadah” Memang selintas prilaku tidur di siang hari adalah sah dengan
pedoman hadits diatas, namun tidur yang bagaimana yang dimaksud oleh
hadits diatas? Tentu bukan sekedar tidur yang ditujukan untuk sekedar
menghabiskan waktu, menunggu waktu ifthar (berbuka) atau sekedar
bermalas-malasan, sehingga tak heran bila sebagian -besar- umat ini
bermental loyo saat berpuasa Ramadhan. Lebih tepat bila hadits diatas
difahami dengan; Aktifitas tidur ditengah puasa yang berpahala ibadah
adalah bila ; Tidur proporsional tersebut adalah akibat dari letih dan
payahnya fisik kita setelah beraktifitas; Mencari rezeki yang halal,
beribadah secara khusyu’ dsb. T idur proporsional tersebut diniatkan
untuk persiapan qiyamullail (menghidupkan saat malam hari dengan ibadah)
. Tidur itu diniatkan untuk menghindari aktifitas yang -bila tidak
tidur- dikhawatirkan akan melanggar rambu-rambu ibadah Ramadhan, semisal
ghibah (menggunjing), menonton acara-acara yang tidak bermanfaat,
jalan-jalan untuk cuci mata dsb. Pemahaman hadits diatas nyaris sama
dengan pemahaman hadits yang menyatakan bahwa bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum daripada minyak misk (wangi) disisi Allah, bila
difahami selintas maka akan menghasilkan pengamalan hadits yang tidak
proporsional, seseorang akan meninggalkan aktifitas gosok gigi dan
kebersihan mulutnya sepanjang 29 hari karena ingin tercium bau wangi
dari mulutnya, faktanya bau mulut orang yang berpuasa tetap saja akan
tercium kurang sedap karena faktor-faktor alamiyah, adapun bau harum
tersebut adalah benar adanya secara maknawi tetapi bukan secara
lahiriyah, secara fiqh pun, bersiwak atau gosok gigi saat puasa adalah
mubah (diperbolehkan)
8. Meninggalkan shalat tarwih tanpa udzur/halangan
Benar bahwa shalat tarawih adalah sunnah tetapi bila dikaji secara
lebih seksama niscaya kita akan dapatkan bahwa berpuasa Ramadhan minus
shalat tarawih adalah suatu hal yang disayangkan, mengingat amalan
sunnah di bulan ini diganjar sama dengan amalan wajib.
9. Masih sering meninggalkan shalat fardhu 5 waktu secara berjama’ah tanpa udzur/halangan ( terutama untuk laki-laki muslim )
Hukum shalat fardhu secara berjama’ah di masjid di kalangan para
fuqaha’ adalah fardhu kifayah, bahkan ada yang berpendapat bahwa
hukumnya adalah fardhu ‘ain, berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang
mengisahkan bahwa beliau rasanya ingin membakar rumah kaum Muslimin yang
tidak shalat berjama’ah di masjid, sebagai sebuah ungkapan atas
kekecewaan beliau yang dalam atas kengganan umatnya pergi ke masjid.
10. Bersemangat dan sibuk beribadah sunnah selama Ramadhan tetapi
setelah Ramadhan berlalu, shalat fardhu lima waktu masih tetap saja
dilalaikanIni pun contoh dari orang yang tertipu dengan Ramadhan, hanya
sedikit lebih berat dibanding poin-poin diatas. Karena mereka Hanya
beribadah di bulan Ramadhan, itupun yang sunnah-sunnah saja, semisal
shalat tarawih, dan setelah Ramadhan berlalu, berlalu pula ibadah shalat
fardhunya.
11. Semakin jarang membaca Al Qur’an dan maknanya
12. Semakin jarang bershadaqah
13. Tidak termotivasi untuk banyak berbuat kebajikan
14. Tidak memiliki keinginan di hatinya untuk memburu malam Lailatul
Qadar Poin nomor 8, 10, 11, 12 dan 13 secara umum, adalah
indikasi-indikasi kecilnya ilmu, minat dan apresiasi yang dimiliki oleh
seseorang terhadap bulan Ramadhan, karena semakin besar perhatian dan
apresiasi seseorang kepada Ramadhan, maka sebesar itu pula ibadah yang
dijalankannya selama Ramadhan.
5. Biaya belanja & pengeluaran ( konsumtif ) selama bulan
Ramadhan lebih besar & lebih tinggi daripada pengeluaran di luar
bulan Ramadan (kecuali bila biaya pengeluaran itu untuk shadaqah)
16. Lebih menyibukkan diri dengan belanja baju baru, camilan &
masak-memasak untuk keperluan hari raya pada 10 hari terakhir bulan
Ramadhan
17. Lebih sibuk memikirkan persiapan hari raya daripada amalan puasa
Mereka lebih sibuk apa yang dipakai di hari raya dibanding memikirkan
apakah puasanya pada tahun ini diterima oleh Allah Ta’aala atau tidak
Orang-orang yang biasanya mengalami poin-poin nomor 14, 15 dan 16 adalah
orang-orang yang tertipu oleh “fatamorgana Ramadhan”, betapa tidak ?
Pada hari-hari puncak Ramadhan, mereka malah menyibukkan diri mereka dan
keluarganya dengan belanja ini-itu, substansi puasa yang bermakna
menahan diri, justru membongkar jati diri mereka yang sebenarnya,
pribadi-pribadi “produk Ramadhan” yang nampak begitu konsumtif,
memborong apa saja yang mereka mampu beli. Tak terasa ratusan ribu
hingga jutaan rupiah mengalir begitu saja, padahal di luar Ramadhan,
belum tentu mereka lakukan. Semoga sentilan yang menyatakan bahwa orang
Islam tidak konsisten dengan agamanya, karena di bulan Ramadhan yang
seharusnya bersemangat menahan diri dan berbagi, ternyata malah memupuk
semangat konsumerisme dan cenderung boros, dapat menggugah kita dari
“fatamorgana Ramadhan”.
Semoga Allah menganugerahi kita dengan rahmat-Nya, sehingga mampu
menghindari kesalahan-kesalahan yang kerap kali menghinggapi mayoritas
umat ini, amin. Hanya dengan keikhlasan, perenungan dan napak tilas
Rasul, insya Allah kita mampu meng-up grade (naik kelas) puasa kita,
wallaahu a’lam bis shawaab.
12:06 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar